-->

Teori Kebenaran Filsafat Ilmu Dalam Kajian keIslaman Kontemporer


oleh : Syahril Siddiq


Teori Kebenaran Filsafat Ilmu Dalam Kajian keIslaman Kontemporer


Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.
Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta dan realitas yang ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada dalam lingkup religi ataupun yang metafisika dan mistik, ataupun yang non ilmiah lainnya. Di sinilah perlunya pengembangan sikap dan kepribadian yang mampu meletakkan manusia dalam dunianya.
Agama Islam sebagai kekuatan besar yang mempengaruhi perubahan, serasa mendapat angin segar dari para pengikutnya. Memang pada awalnya dunia Islam begitu keras dan kritis dalam memikirkan ilmu pengetahuan, kemudian menjadi stagnan akibat umat Islam tidak begitu peduli untuk berfikir kembali. Namun kini kaum intelektual muslim sudah mulai bangun, untuk memfikirkan kembali ilmu pengetahuan dan menggalinya walaupun tantangannya begitu rumit.
Kehadiran Agama sebagai sumber kebenaran yang berpusat pada ilmu kadang ditolak, ketertolakan ini hanya bersandar pada pemikiran yang semata-mata rasional dan hanya bersandar kepada keilmiahan. Padahal hakekat kebenaran dalam berAgama tidak harus semata-mata bersandar pada akal rasional yang ilmiah, masih ada peran keimanan didalamnya.   
Tampaknya anggapan yang kurang tepat mengenai apa yang disebut ilmiah telah mengakibatkan pandangan yang salah terhadap kebenaran ilmiah dan fungsinya bagi kehidupan manusia. Ilmiah atau tidak ilmiah kemudian dipergunakan orang untuk menolak atau menerima suatu produk pemikiran manusia.


A.    Teori Tentang kebenaran
1.      Kebenaran
Manusia hidup didunia ini hakekatnya mencari kebenaran, kebenaran akan didapat dari  ilmu, bahkan kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri, sebab sifat ilmu cenderung netral. Tentang kebenaran ini, Plato pernah berkata: “Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab; “Kebenaran itu adalah kenyataan”, tetapi bukanlah kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk ketidak benaran (keburukan). Jadi ada 2 pengertian kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi di satu pihak, dan kebenaran dalam arti lawan dari keburukan (ketidak benaran) (Syafi’i, 195).
Abas Hamami (113) membagi sifat kebenaran menjadi 4 (empat) macam : Pertama, kebenaran yang bersandar pada kualitas pengetahuan, kebenaran ini masih bersifat subyektif sebab tingkat kebenaran ini kadang cenderung terpengaruhi oleh seseorang yang pengetahuannya sudah dibangun. Kedua, kebenaran yang bersifat relatif yang dibangun menggunakan metode ilmiah, tentunya metode ilmia yang sudah disyahkan oleh para ilmuan. Kebenaran jenis ini kadang mengalami pembaharuan, diakibatkan adanya penemuan baru yang dihasilkan dari penelitian akhir.
Ketiga, kebenaran yang memiliki sifat absolut intersubjektif, kebenaran ini menggunakan pendekatan filsafati dengan analitis, kritis dan spekulatif, Sehingga kebenaran yang muncul masih melekat pada pandangan filsafat dari seorang pemikir filsafat. Keempat, kebenaran yang terkandung dalam Agama. Pandangan kebenaran ini dipengaruhi oleh dogma dan keyakinan pemeluknya, peran ayat suci dalam pendekatan kebenaran ini sangat erat dan kompleks. Sehingga sifat kebenaran ini cenderung dibimbing oleh wahyu Tuhan melewati kitab suci mereka.
Dari keempat sifat kebenaran diatas, kebenaran dapat diperoleh melalui kualitas pengetahuan seseorang, melaluai berbagai penelitian yang ilmiah, melalui pendekatan analitis, kritis  dan spekulatif, juga dapat melalui bimbingan wahyu dari Tuhan berupa kabar dari kitab suci.



2.      Macam-macam kebenaran
Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik (Suriasumantri, 59). Dengan demikian untuk menentukan kepercayaan dari sesuatu yang dianggap benar, para filosof bersandar kepada 3 cara untuk menguji kebenaran, yaitu koresponden (yakni persamaan dengan fakta), teori koherensi atau konsistensi, dan teori pragmatis.
a)      Kebenaran koherensi
Teori koherensi menyatakan bahwa suatu pernyataan dianggap benar, bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar (Jujun, 1990:55). Dengan kata lain bahwa kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau pun pada dataran transendental.
b)      Kebenaran korespondensi
Kebenaran korespondensi yaitu suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung  pernyataan  itu  berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut (Suriasumantri, 1990:57) dengan kata lain bahwa kebenaran korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik.
c)      Kebenaran pragmatis
Kebenaran pragmatis menyatakan bahwa suatu proposisi bernilai benar bila proposisi itu mempunyai konsekuensi-konsekuensi praktis seperti yang terdapat secara inheren dari pernyaaan itu sendiri (hamami, 1996:118). Dari pernyataan ini bahwa yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan praktis.


B.     Kajian KeIslaman Kontemporer
1.      Sejarah Sains di Dunia Muslim
Dalam perkembangannya, Islam pernah berjaya dengan menguasai ilmu pengetahuan terbukti munculnya ilmuan-ilmuan muslim seperi, Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi, Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham, Abu Yusuf  Yacub Ibnu Ishak Al-Kindi, Ibnu Rushd, Muhammad Ibnu Musa Al-Khawarizmi, Abu Nasir Al-Farabi, Abu Ali Al-Husein Ibnu Sina dan masih banyak lagi. Keberadaan  ilmuan muslim dapat diakui bahwa Islam sebagai Agama samawi sangat sejalan dengan dunia sains.
Drs. Muhammad Azhar dalam makalahnya yang berjudul Wacana Agama dan Sains dalam Prespektif  Epistimologi  Keilmuan  Islam Kontemporer. Menyebutkan, bahwa dunia Islam yang dulunya pernah berkembang kemudian berubah menjadi stagnan dikarenakan adanya faktor politik isolatif, faktor sosial, budaya, ekonomi.
Puncak kejayaan dalam dunia sains pun mulai mengalami kemandekan, seiring larangan-larangan kaum muslimin untuk tidak menggunakan logika dikarenakan tidak bersumber dari ilham yang murni. lebih parah lagi adanya pernyataan bahwa pintu ijtihad sudah tertutup, sehingga menimbulkan ketakutan-ketakutan dikalangan kaum muslimin.
Tidak hanya itu saja, ternyata menurut Muhammad Azhar kemandegan dunia sains dalam Islam diawali ketika ilmu pengetahuan Yunani mulai dibawa dari Islam ke Eropa sekitar tahun 1100 dan seterusnya, ilmu pengetahuan dan kedokteran Islam mengalami kemandegan dan akhirnya mati.
Fenomena kemandekan berfiki ini menjadi persoalan yang sangat serius, sehingga para ilmuan muslim ragu untuk melangkah membuat inovasi dan kreasi keilmuan. Dunia keilmuan Muslim pada akhirnya lebih bersifat pengulangan semata, atau umat hanya mengulang ilmuan masa lalu seperti yang juga dinyatakan Nasr Hamid Abu Zaid sebagaimana dikutip Drs. Muhammad Azhar.

2.      Kebangkitan Sains di dunia muslim antara Al Ghazali dan Ibnu Rusydi
Pola pemikiran Al Ghazali dan pemikiran Ibnu Rusydi sangat mempengaruhi perkembangan sains di dunia Islam. Al Ghazali yang cenderung Teologis menyebabkan pandangan umat Islam lebih pasif apa bila dikaitkan dengan wacana pengembangan sains sehingga mengakibatkan proses stagnan yang terlalu panjang dikalangan umat Islam.  Muhammad Azhar menjelaskan bahwa pola yang dikembangkan oleh Al Ghazali mengakibatkan potensi akal kurang fungsional, dikarenakan hukum-hukm alam yang melahirkan sains cenderung diabaikan, sehingga pengembangan potensi rasio cenderung terreduksi.
Beda halnya dengan pola yang dikembangkan ibnu Rusydi. Ibnu Rusydi lebih menekankan pada titik rasional, sebab upaya eksplorasi pemikiran akan sunatullah (hukum alam) akan cenderung menimbulkan penemuan baru didunia sains. Tidak heran apabila peradaban Islam pernah berjaya pada masa lalu, dan melahirkan pakar-pakar ilmu pengetahuan. Sayangnya peradaban Islam menjadi mandeg karana umat Islam lebih condong pada pola yang dikembangkan Al Ghazali.

C.    Aplikasi Konsep Kebenaran Terhadap Pengembangan Kajian keIslaman Kontemporer
ILMU, mencari kebenaran dengan cara penyelidikan  (riset) sesuai dengan eksistensinya  yang berhubungan dengan alam empiris. Dalam penyelidikan ilmu selalu mencari  hukum sebab akibat. Sebagai hukum sebab akibat maka kebenaranya pasti ada. FILSAFAT, karena selalu berhadapan denga alam empiris,  (metafisika, ghaib) maka ia komit dengan organon (alatnya) yaitu logika. Cara kerjanya selalu diawali dengan pertanyaan apa…. Berpikir logis, sistematis, radikal, dan universal AGAMA, menemukan konsep kebenaran bersumber pada wahyu, kebenarannya bersifat mutlak, absolut sebagiai kebenaran tertinggi.
Prof. Dr. Musa Asy’arie menyatakan bahwa kebenara selalu berkaitan dengan dimensi keilmuan (Asy’arie: 75) akan tetapi perlu disadari bahwa kebenaran yang bersandar pada ilmu tidak sepenuhnya mutlak. sebab sandaran ilmu selalu dipengaruhi oleh pilihan, selalu tidak pernah menyeluruh, selalu dipengaruhi oleh realitas ruang dan waktu dan hasilnya selalu berubah sehingga akan mempengaruhi pada realitas kebenaran yang ada (Asyarie : 77) jadi dapat disimpulkan bahwa kebenaran yang bersandar pada ilmu bersifat relatif.
Apabila dikaitkan dengan pola berfikir yang dikembangkan oleh Ibnu Rusydi, kebenaran akan didapat melalui penyelidikan yang mendalam dengan potensi logika yang tinggi. Sedangkan bila dikaitkan dengan pola yang dikembangkan Al Ghazali kemungkinan akan langsung merujuk kepada kebenaran hanya bersumber kepada ilahi.
Upaya memadukan antara ilmu, Filsafat dan Agama dalam mencari hakekat kebenaran, sesungguhnya Islam sudah mengkaver seluruhnya. Pandangan Islam tentang kebenaran hanya datang dari Tuhan melalui hukum-hukum yang sudah ada dan yang sudah ditetapkan kepada ciptaannya(asyarie : 78). Tuhan telah menciptakan alam semesta agar manusia mengetahui hakekat Tuhan. Sebut saja dalam QS Al Imran : 60 bahwa kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, dan janganlah engkau termasuk orang-orang yang ragu.
Wahyu Tuhan yang diberikan kepada para nabinya menjadi inspirasi untuk menggali ilmu pengatahuan. Sebut saja dalam QS Yunus : 5 yang menerangkan bahwa Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui. Wahyu Tuhan semacam inilah yang  pada akhirnya melahirkan ilmu astronomi, penemuan tropong, perhitungan tanggal bahkan munculnya ilmu pranoto mongso yang menggawangi para petani dalam menanam padi.
Dikaitkan dengan Teori koherensi, maka kebenaran Tuhan dapat dilihat dari tanda-tanda kebesaran Tuhan dalam menciptakan alam semesta ini. Perlu dicatat bahwa koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau pun pada dataran transendental.
Kebenaran korespondensi juga dapat dikaitkan dengan pemahaman Agama, dengan berkiblat pada ibnu Rusydi yang cenderung peran akal dalam menggali hekekat kebenaran. Maka kebenaran bisa dikatakan sebagai kebenaran, apabila memang benar-benar dapat dibuktikan. Dengan kata lain bahwa berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain harus melewati sebuah penyelidikan. Contoh saja konsep penciptaan manusia dalam QS AL Mu’minun : 12 – 14, dengan adanya dunia sains yng menemukan teori reproduksi.
Kebenaran pragmatis juga sangat sejalan dengan pamahaman Agama, yang menyatakan setelah seorang muslim itu menyatakan beriman maka harus dibuktikan dengan perbuatan yaitu amal salih. Maka setiap kali ayat Al Quran menyatakan “amanu” maka selalu diikuti dengan “wa amilushalihat”. Mengingat kebenaran pragmatis bertumpu pada pernyataan bahwa yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan praktis.
Dengan menilik gagasan-gagasan diatas, bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui penggalian yang dalam terhadap sumber-sumber Agama berupa teks wahyu, dikorelasikan dengan hukum alam yang sudah berjalan.  Dengan kata lain ayat Qouliyah dan ayat kauniyah yang sudah dihamparkan oleh Tuhan perlu difikirkan kembali sehingga akan muncul ilmu pengetahuan yang baru dan Ilmuan didunia Islam.

Kesimpulannya.
1.      Dari keempat sifat kebenaran diatas, kebenaran dapat diperoleh melalui kualitas pengetahuan seseorang, melaluai berbagai penelitian yang ilmiah, melalui pendekatan analitis, kritis  dan spekulatif, juga dapat melalui bimbingan wahyu dari Tuhan berupa kabar dari kitab suci.
2.      Ibnu Rusydi lebih menekankan pada titik rasional, sebab upaya eksplorasi pemikiran akan sunatullah (hukum alam) akan cenderung menimbulkan penemuan baru didunia sains. Tidak heran apabila peradaban Islam pernah berjaya pada masa lalu, dan melahirkan pakar-pakar ilmu pengetahuan. Sayangnya peradaban Islam menjadi mandeg karana umat Islam lebih condong pada pola yang dikembangkan Al Ghazali.
3.      Kebenaran dapat diperoleh melalui penggalian yang dalam terhadap sumber-sumber Agama berupa teks wahyu, dikorelasikan dengan hukum alam yang sudah berjalan.  Dengan kata lain ayat Qouliyah dan ayat kauniyah yang sudah dihamparkan oleh Tuhan perlu difikirkan kembali sehingga akan muncul ilmu pengetahuan yang baru dan Ilmuan didunia Islam.
  
Wallahu’alam



Daftar Pustaka.
1.      Inu kencana Syafi’i, Filsafat kehidupan (Prakata), Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
2.      Jujun S. Sumiasumantri (ed), Filsafat Ilmu,Sebuah Pengantar Populer, Jakarata: Pustaka Sinar harapan, 1990
3.      Muhammad Azhar, Wacana Agama dan Sains dalam Prespektif Epistimologi keilmuan Islam Kontemporer, SM No 7 dan SM No 8
4.      Musa Asy’arie, Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam berfikir, Yogyakarta: LESFI, 2002
5.      Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu,Yogyakarta:Liberty,1996



Sahabat......Cari Sepatu dan Pakaian Muslimah Murah??
coba cek Link Shopee di sini !!!

Sepatu

Pakaian Muslimah

0 Response to "Teori Kebenaran Filsafat Ilmu Dalam Kajian keIslaman Kontemporer"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel